Sengketa Internasional Antara Jepang Dan Korea
Oleh
: Risna Nikita Noviana
091211064
.Perebutan
kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah
berlangsung sejak tahun 1969.
Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar
Pulau Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar.
Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani
perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada
Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa
bahwa pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin berkembang
pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu
untuk melegitimasi pulau tersebut.Ketegangan ini berlanjut ketika
Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes
yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an
Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh
kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi
Penyelesaian sengketa.China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
Penyelesaian sengketa.China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar