Minggu, 23 September 2012

Tugas Praktek Komputer

MindTalk.com – Social Media Baru Buatan Lokal

Sebenarnya saya sudah lama ingin menuliskan tentang ini, tapi saya cukup mengerti jika MindTalk.com sendiri saat itu memang belum ingin dipublikasikan. Tapi berhubung rekan – rekan saya disana sudah sering mempublikasikannya di Twitter mereka, saya rasa tidak apa – apa saya menuliskannya sekarang Apa itu MindTalk.com ? MindTalk.com adalah salah satu besutan baru dari Merah Putih Incubator (MPI) (grup yang menaungi DailySocial.net, InfoKost.net, KrazyMarket.com, LintasBerita.com, dst).  Kalau ditanya apa itu MindTalk (MT)? Penjelasan resminya ada dihalaman “About”-nya http://www.mindtalk.com/static/about. Tapi kalau versi saya MindTalk.com adalah : Twitter + Facebook Group dengan konsep seperti MIRC . Persisnya kaya apa? Register aja.. Ha..ha..  *nyooh skrinsutnya :
Awalnya MT adalah proyek pribadi dari Robin (@anvie – tetua tim developer), dan konsepnya sebenarnya simpel, bagaimana menghadirkan MIRC dalam versi website. Saya pernah menggunakan versi originalnya sewaktu masih bernama Digaku. (Saat tulisan ini dibuat halaman “About” MindTalk sendiri masih menggunakan nama Digaku.) Pada perkembangannya, Digaku mengalami penambahan fitur – fitur baru : profil yang lebih detail, points, upload video, like, dst.. hingga menjadi seperti saat ini dan menggunakan nama MindTalk.com.
Siapa di Belakang MindTalk.com? Secara company di belakangnya seperti disebutkan di atas, adalah MPI. Secara tim, selain manajemen dari MPI dan support dari tim IT MPI, core developernya adalah trio orang edan.. Ha..ha.. Mereka adalah Robin, “Fako” dan “Exa“. Dan ketiganya kombinasi kemampuan teknisnya sangat mumpuni. Dari Linux Administration, Python, Socket Programming, Git, Nginx, Tornado, Go Language, MongoDB, HyperTable, Node.js, PHP, Closure (sejenis JQuery), dst.. mereka gunakan dalam development website ini (serius..!). Dan mereka bukan sekadar menggunakan, mereka tahu di bagian mana menggunakan tool yang tepat, dan membiasakan diri melakukan benchmark dan unit testing sebelum menggunakannya. Kalau kalian mencari teman diskusi soal web development dengan teknologi yang lagi hot + sudah mengimplementasikannya, diskusilah bersama mereka.. Sakit jiwa semua mereka ini, hahahaha ….!
Secara fisik, mereka berlokasi di daerah Slipi, satu gedung dan satu lantai dengan tim DailySocial.net, lebih tepatnya bersebelahan ruang. (Saya sendiri heran, kenapa DailySocial.net belum menuliskan tentang startup satu ini ya..?) UPDATE : DailySocial.net akhirnya menulisnya juga sore ini.Social Media Lagi?Lalu mengapa MPI memutuskan membesarkan Digaku hingga menjadi MindTalk? Tidak cukupkah Twitter, Facebook, Foursquare, dan di lokal ada Koprol? Sementara Koprol sendiri, menurut Alexa seperti ini pergerakannya :Well.., dengan pengalaman tim manajamen MPI di Kaskus, saya rasa mereka sudah memiliki strategi jitu untuk bisa memenangkan ranah social media di lokal. Mari kita lihat.


Model Bisnis
Saya tidak tahu model bisnis mereka seperti apa. Tetapi dengan melihat background company nya, tentunya MT ini nantinya bisa jadi platform sebuah brand untuk membangun komunitas, melakukan campaign, atau sekadar promosi produk. Dan mungkin di seputar itulah nanti bisnis modelnya.
Yang jadi pertanyaan saya, butuh berapa registered user sampai MT bisa sampai disana ya?  Kaskus membernya sudah tembus 3 juta, Koprol sendiri seingat saya membernya sudah hampir 2 juta (atau lebih malah?). Tapi secara bisnis dan awareness sepertinya masih sangat jauh berbeda. CMIIW
NOTE: No.. no… I didn’t hate Koprol, saya bahkan punya teman di tim mereka.. (Hallo Andre.. *dadah dadaahh.. . Saya justru penasaran kenapa belum melihat atraksi indah mereka lagi selain saat atraksi bergabungnya mereka ke Yahoo.


Contoh Laporan Pertanggungjawaban Harian


Jama'ah Sholawat Burdah dan Manaqib
Plamongan Hijau Semarang








Laporan Pertanggungjawaban Harian
Dalam Rangka Persiapan Khataman Ruwah Sholawat Burdah 1433 H
Plamongan Hijau Semarang
Hari / Tanggal : Jum'at Pon / 13 Juli 2012
















Jenis Kegiatan
:




Tempat Kegiatan
: Ndalem Abah Kyai Plamongan, MN






Jl. Plamongan Permai Utara II / B-320 Plamongan Hijau - Semarang



Hari & Tanggal Pelaksanaan
:




Kehadiran Jama'ah :






- Target
:




- Realisasi
:




Kegiatan :






- Target
:




- Realisasi
:




Waktu Pelaksanaan :






- Target
:




- Realisasi
:












No NamaJama'ah Estimasi Waktu ( jam ) Kegiatan yang dilakukan Keterangan
Datang Pulang






























































Semarang, _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _






Komando Pelaksana






Khataman Ruwah Sholawat Burdah 1433 H






























Sigit Pambudi






Komandan Burdah






Minggu, 16 September 2012

Contoh Konflik

Sengketa Internasional Antara Jepang Dan Korea
Oleh : Risna Nikita Noviana
091211064

.Perebutan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar Pulau Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi
Penyelesaian sengketa.China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan.
Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.

Sabtu, 15 September 2012

Rijalud Dakwah


Tokoh Syekh ABDUL WAHAB BUGIS , KH. AHMAD DAHLAN dan KH.AHMAD M .ASY’ARI
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Semesteran
Mata Kuliah : Islam Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : Bp Ahmad Anas





Disusun Oleh :
Risna Nikita Noviana
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011

A.    Pendahuluan
Sejarah permulaan masuk dan perkembangan dakwah Islam di Kalimantan Selatan tidak bisa lepas dari jasa, peranan dan perjuangan dari para ulama dan tokoh-tokoh Islam yang hidup pada masa dahulu. Karena berkat jasa dan perjuangan merekalah Islam berkembang dan menjadi pegangan hidup masyarakat Banjar sekarang. Di samping itu kehadiran mereka di Bumi Kalimantan telah menjadikan daerah ini kaya dengan khazanah intelektual Islam.
Dalam pandangan Karel S. Steenbrink dinyatakan bahwa Kalimantan Selatan (Banjarmasin) dalam catatan sejarah pernah menjadi pusat studi Islam yang banyak menghasilkan karya-karya keagamaan dan sastra, selain daerah Palembang dan Aceh, namun belum pernah mendapat perhatian yang intensif bagi usaha pengkajian sekaligus kodifikasi terhadap karya-karya tersebut. Sehingga wajar melalui ketokohan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, Banjarmasin memerankan peranan yang cukup penting dalam jaringan ulama nusantara abad ke-18 dan akhir abad ke-19,sebagaimana yang dinyatakan Azyumardi Azra dalam bukunya yang berjudul “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII”.
Bahkan dalam tutur lisan masyarakar Banjar, jauh sebelum kehadiran kedua tokoh ini, daerah Muning Tatakan Rantau dengan maskotnya, Syekh Ahmad Sirajul Huda atau Datu Sanggul murid dari Datu Suban telah lama dikenal sebagai daerah orang-orang yang berilmu tinggi, sehingga menarik perhatian orang untuk mendatanginya, sebagaimana yang terjadi pada diri Datu Sanggul. Menurut riwayat Datu Sanggul atau Syekh Ahmad Sirajul Huda atau Syekh Abdus Samad atau Syekh Abdul Jalil sebenarnya bukanlah orang Muning Tatakan, namun berasal dari Palembang, dan ada pula yang menyatakan berasal dari Aceh atau Hadramaut. Kedatangannya ke Muning Tatakan karena mendapat petunjuk dari gurunya untuk menuntut ilmu kesempurnaaan (Ilmu Tasawuf) kepada Datu Suban, yang dikenal sebagai gurunya para datu di daerah tersebut.
Namun sangat disayangkan, budaya tutur lisan yang berkembang dalam masyarakat Banjar, menyebabkan tidak terdokumentasinya secara lengkap khazanah intelektual ulama di daerah ini. Dibanding dengan daerah lain, khazanah intelektual Banjar tergolong “miskin”, sehingga ada beberapa tokoh, sejarah hidup, perjuangan, dan pemikiran mereka yang tidak terekspos secara luas ke tengah-tengah masyarakat generasi sekarang, salah satunya adalah Syekh Abdul Wahab Bugis. Padahal tesis yang mengemuka, jasa dan peranan beliau dalam bahu-membahu dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri guna membina masyarakat Banjar tidaklah kecil. Di samping pula dalam konsep jaringan ulamanya Azyumardi Azra, Syekh Abdul Wahab Bugis dimasukkan sebagai salah seorang ulama Indonesia-Melayu yang paling penting di Nusantara pada abad ke delapanbelas, karena keterlibatannya secara sosial maupun intelektual dalam jaringan ulama tersebut. Siapakah sebetulnya Syekh Abdul Wahab Bugis dan bagaimana peranan dakwahnya di tanah Banjar?
B. Pigur Syekh Abdul Wahab Bugis

Berdasarkan pendapat dari Karel S. Steenbrink sebenarnya riwayat hidup seorang tokoh dapat dilacak melalui dua sumber utama. Pertama, sumber intern, yakni sumber yang berasal dari tokoh itu sendiri, misalnya karya tulis, biografi tentang sejarah hidupnya atau sumber tertulis lainnya. Kedua, sumber ekstern, yakni tulisan-tulisan yang mengetengahkan tentang riwayat hidup dan perjuangan dari seorang tokoh.
Dalam konteks ini pendekatan pertama yang bersifat intern tidak bisa diterapkan, karena sampai sekarang tidak pernah ditemukan satupun karya tulis, buku, risalah, atau kitab karangan Syekh Abdul Wahab Bugis yang bisa dibaca dan ditelaah. Sedangkan pendekatan kedua yang bersifat ekstern yang mengetengahkan tentang riwayat hidup dan perjuangannya juga sangat terbatas dan sedikit sekali, bahkan hampir-hampir tidak ada. Sehingga wajar, walaupun Azyumardi Azra memasukkan Syekh Abdul Wahab Bugis sebagai salah seorang tokoh penting dalam konsep jaringan ulamanya, namun pengungkapan data, riwayat hidup, karier, dan perjuangannya sendiri sedikit sekali.
Melihat dari namanya, Syekh Abdul Wahab Bugis ―selanjutnya ditulis Abdul Wahab― orang sudah bisa menduga bahwa sebenarnya ia bukanlah asli orang Banjar, karena memang ia berasal dari Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Tepatnya, menurut Abu Daudi, Abdul Wahab adalah seorang berdarah bangsawan, ia keturunan seorang raja yang berasal dari daerah Sadenreng Pangkajene, dan dilahirkan di sana. Sebagai seorang yang berdarah bangsawan ia diberi gelar Sadenring Bunga Wariyah. Jadi nama lengkapnya adalah Abdul Wahab Bugis Sadenreng Bunga Wariyah.
Tidak diketahui secara pasti kapan ia dilahirkan. Perkiraan penulis, Abdul Wahab dilahirkan antara tahun 1725-1735 M, mengingat usianya yang lebih muda dibandingkan dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang dilahirkan pada tahun 1710 M.Kedatangan Abdul Wahab ke Tanah Banjar seiring dengan kepulangan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari setelah menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah selama lebih kurang 35 tahun, yakni pada tahun 1772 M. Pada saat itu yang memerintah di kerajaan Banjar adalah Pangeran Nata Dilaga bin Sultan Tamjidullah, sebagai wali putera mendiang Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah (1761-1787 M), yang kemudian sejak tahun 1781-1801 M secara resmi memerintah sebagai raja Banjar dan bergelar Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah.
Abdul Wahab mengikuti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari setelah dinikahkan dengan Syarifah. Walaupun kemudian diketahui bahwa Syarifah sendiri telah dinikahkan dengan Usman dan telah mendapatkan satu orang anak, bernama Muhammad As’ad. Tetapi setelah diteliti oleh Syekh Muhammad Arsyad berdasarkan hitungan Ilmu Falak maka disimpulkan bahwa pernikahan Abdul Wahab dengan Syarifah yang dilakukan oleh Syekh Muhammad Arsyad dengan kedudukan Wali Mujbir di Mekkah lebih terdahulu waktunya daripada pernikahan Syarifah dengan Usman melalui Wali Hakim di Martapura. Karena itulah akhirnya pernikahan Usman dan Syarifah difasakh atau dibatalkan, dan ditetapkan bahwa Abdul Wahab-lah yang menjadi suami Syarifah Hasil perkawinannya dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad ini melahirkan dua orang anak, masing-masing bernama Fatimah dan Muhammad Yasin. Fatimah binti Syekh Abdul Wahab Bugis kemudian dikawinkan dengan H.M. Said Bugis dan melahirkan dua orang anak, yakni Abdul Gani dan Halimah, sedangkan Muhammad Yasin tidak memiliki keturunan. Abdul Gani anak Fatimah kemudian kawin dengan Saudah binti H. Muhammad As’ad dan juga melahirkan dua orang anak, namun keduanya meninggal dunia. Sementara, Halimahpun juga tidak memiliki keturunan.
Lebih jelas silsilah keturunan Abdul Wahab dari perkawinannya dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dapat digambarkan dalam skema berikut:

Abdul Ghani + Saudah binti M. As’ad anak Syarifah dan Usman. Dari perkawinannya ini Abdul Ghani mendapat dua orang anak, namun keduanya meninggal waktu kecil. Abdul Ghani kemudian kawin lagi dengan seorang wanita dari Mukah Sarawak dan mendapatkan lagi dua orang anak, yakni M. Sa’id dan Sa’diyah

Halimah(tidak mempunyai zuriat)

Tekad Abdul Wahab yang bulat untuk memperjuangkan dakwah Islam dan mengamalkan ilmu yang telah didapat ketika belajar di Mesir maupun di Madinah, serta ikrar yang ia ucapkan bersama teman-temannya tatkala ingin kembali ke tanah air, semakin menguatkan keinginannya untuk mengabdikan ilmu dan baktinya di Tanah Banjar.
C. Pendidikan dan Ketokohan
Abdul Wahab dikenal sebagai salah seorang dari tokoh “empat serangkai”, yakni Syekh Abdurrahman al-Misri, Syekh Abdus Samad al-Palimbani, dan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yang memiliki akhlak dan kepribadian sebagaimana akhlak dan kepribadian yang dimiliki oleh tokoh empat serangkai lainnya. Mereka berempat, oleh Abu Daudi digambarkan sebagai empat serangkai yang seiring sejalan, yang mendapat pendidikan dari guru yang sama, yang sama-sama mengutamakan ilmu dan amal, dan empat serangkai yang sama-sama pulang bersama serta mengemban tugas yang serupa. Abdul Wahab adalah sahabat sekaligus menantu dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Jika Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak memanfaatkan waktu mereka untuk menuntut ilmu di kota Mekkah, maka Abdul Wahab bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman al-Misri lebih banyak menggunakan waktu mereka menuntut ilmu di kota Mesir. Kuat dugaan ia menuntut ilmu di Mesir lebih kurang 20 tahunan, sehingga dalam tulisan Abu Daudi, Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syekhul Islam, Imamul Haramain Alimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi. Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya ke kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama, dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum.
Di kota Madinah inilah kemudian empat serangkai bertemu dan selanjutnya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Abdus Samad al-Palimbani pun mengikuti majelis pengajian Syekh Muhammad Sulaiman al-Kurdi, yang kemudian memicu lahirnya tulisan Syekh Muhammad Arsyad yang berjudul “Risalah Fatawa Sulaiman Kurdi”. Risalah ini berupa naskah yang isinya menerangkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari kepada Syekh Muhammad Sulaiman al-Kurdi tentang keadaan atau tindakan Sultan Banjar yang memungut pajak dan mengenakan hukuman denda bagi mereka yang meninggalkan shalat Jum’at dengan sengaja karena malas, serta berbagai masalah lainnya. Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab, dan belum pernah diterbitkan, namun naskah asli tulisan beliau sampai sekarang masih ada dan tetap tersimpan dengan baik pada salah seorang zuriat beliau di desa Dalam Pagar Martapura.
Kemudian atas anjuran dari Syekh Muhammad Sulaiman al-Kurdi pula, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani yang haus ilmu pengetahuan yang semula berniat dan berencana untuk menambah ilmu ke Mesir tidak jadi berangkat ke sana, sebab ilmu pengetahuan yang mereka miliki telah dianggap cukup, selanjutnya mereka disarankan untuk segera pulang ke tanah air guna mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah didapat.
Menurut riwayat, selama di kota Madinah, “empat serangkai” juga belajar Ilmu Tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman al-Madani, seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah.Di samping tercatat sebagai murid dari Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman al-Madani, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi , dan Syekh Athaillah bin Ahmad al-Misri, Abdul Wahab juga berguru kepada Abdul al-Mun’im al-Damanhuri, Ibrahim bin Muhammad al-Ra’is al-Zamzami al-Makki (1698-1780 M) yang terkenal sebagai ahli Ilmu Falak (Astronomi), Muhammad Khalil bin Ali bin Muhammad bin Murad al-Husaini (1759-1791 M) yang terkenal sebagai ahli sejarah dan penulis kamus biografi Silk al-Durar, Muhammad bin Ahmad al-Jauhari al-Mishri (1720-1772 M) yang terkenal sebagai seorang ahli hadits, Athaillah bin Ahmad al-Azhari, al-Mashri al-Makki, yang juga terkenal sebagai seorang ahli hadits ternama serta dianggap sebagai isnad unggul dalam telaah hadits.
Dengan demikian jelas, bahwa guru-guru terkemuka Abdul Wahab di atas juga merupakan guru-guru dari tokoh empat serangkai yang lainnya.
D. Perjuangan Dakwah
Di samping Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sebagai motor penggerak utama kegiatan dakwah Islam di Tanah Banjar, Abdul Wahab juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan Islam di Tanah Banjar, mengingat kedudukan dan figur Abdul Wahab sebagai seorang ulama yang dikenal alim dan sekian lama menuntut ilmu di Mesir dan daerah Timur Tengah.
Perjuangan utama Abdul Wahab Di Tanah Banjar sendiri adalah membantu Syekh Muhammad Arsyad mendakwahkan Islam di wilayah kerajaan Banjar yang waktu itu belum begitu berkembang. Mulai dari mengajarkan Islam kepada keluarga kerajaan, mendidik kader-kader dakwah, sampai dengan membangun desa Dalam Pagar, yang kemudian berkembang menjadi pusat penyebaran dan pengajaran Islam di Kalimantan.
Pertama, mengajarkan agama Islam kepada kaum bangsawan dan keluarga kerajaan Banjar. Hal ini terlihat dari awal kedatangan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Abdul Wahab Bugis di tanah Banjar (Martapura) pada bulan Ramadhan tahun 1208 H/1772 M yang disambut meriah oleh seluruh komponen masyarakat Banjar, tidak hanya masyarakat biasa akan tetapi juga kaum bangsawan dari kerajaan Banjar. Mengingat Syekh Muhammad Arsyad sendiri sudah dianggap dan diakui sebagai bubuhan kerajaan, terlebih-lebih lagi manakala mengetahui status Abdul Wahab yang juga seorang bangsawan, sehingga oleh pihak kerajaan ia diberikan tempat untuk tinggal dalam istana. Menjadi guru agama di Istana dan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada bubuhan kerajaan.
Kedua, membantu Syekh Muhammad Arsyad membuka perkampungan Dalam Pagar yang telah dihadiahkan oleh kerajaan Banjar kepada beliau sebagai tanah lungguh. Mengingat tekad kuat dan ikrar setia yang disampaikan oleh Abdul Wahab untuk mensyiarkan agama Islam di tanah air, sesuai dengan pesan guru mereka ketika masih di kota Madinah, ia juga aktif mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat luas yang datang berbondong-bondong ke Dalam Pagar yang sudah dikenal dan menjadi pusat pendidikan serta penyiaran agama Islam pada masa itu.
Ketiga, di samping itu Abdul Wahab sebagai menantu dan sekaligus sahabat Syekh Muhammad Arsyad yang juga memiliki pengetahuan agama yang luas dan alim, diduga sedikit banyak beliau ikut menyumbangkan ilmu, pendapat, dan pandangannya ―sumbang saran― terhadap berbagai masalah-masalah keagamaan yang terjadi di Tanah Banjar. Dengan kata lain Abdul Wahab merupakan teman diskusi atau mudzakarah agama Syekh Muhammad Arsyad. Hal ini terlihat dari adanya istilah-istilah tertentu dalam Bahasa Bugis ―walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, dan untuk hal ini lebih jauh perlu dilakukan penelitian dan pengkajian kembali melalui pendekatan Linguistik ataupun analisis teks― pada penulisan dan penyusunan risalah atau kitab-kitab yang ditulis oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, terutama Kitab Sabil al-Muhtadin.
Mengingat kedudukan dan kedekatannya, sumbangan pemikiran Abdul Wahab terhadap sejumlah karya tulis Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dapat saja terjadi, mengingat bahwa:
1. Abdul Wahab adalah salah seorang ahli Fiqih dan murid dari Imam Haramain, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan Syekh Athaillah bin Ahmad al-Misri, yang lama menuntut ilmu di Mesir dan Tanah Haramain (Mekkah atau Madinah), beliau adalah seorang yang alim, sahabat sekaligus menantu yang berjuang berdampingan bersama Syekh Muhammad Arsyad, mewujudkan ikrar yang telah ditetapkan ketika berkumpul bersama-sama (dengan tokoh empat serangkai lainnya) sesudah menuntut ilmu di Madinah, dan akan pulang ke tanah air.
2. Abdul Wahab adalah salah seorang tokoh dari “empat serangkai” yang mendapatkan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah ketika keempatnya belajar dan mengkaji ilmu tasawuf atau tarekat di Madinah kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman al-Madani.
3. Abdul Wahab dianggap sebagai tokoh penting dalam jaringan ulama Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19 karena keterlibatannya secara sosial maupun intelektual dalam jaringan ulama tersebut. Ketokohannya diakui dan dapat dilihat dari gelar syekh yang beliau sandang. Sebab gelar syekh dalam khazanah masyarakat Banjar sendiri mengisyaratkan kealiman penyandangnya, sekaligus pula menjadi penanda bahwa yang bersangkutan pernah atau lama mengkaji ilmu di Tanah Haramain. Karena itulah di samping diangkat menjadi guru di istana kerajaan Banjar oleh Sultan, dalam kehidupan masyarakat luas pun ia dihormati dan dijadikan sebagai guru rohani mereka.
Keempat, untuk mendidik dan membina kader-kader penerus dakwah Islam, Syekh Muhammad Arsyad telah membuka daerah Dalam Pagar, mendirikan surau, rumah tempat tinggal sekaligus mandarasah yang menjadi tempat untuk belajar masyarakat, mengkaji dan menimba ilmu, sekaligus tempat untuk mendidik kader-kader dakwah. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari bersama Abdul Wahab telah membangun sebuah pusat pendidikan Islam yang serupa ciri-cirinya dengan surau di Padang Sumatera Barat, rangkang, meunasah dan dayah di Aceh, atau pesantren di Jawa.
Bangunan tersebut terdiri dari ruangan-ruangan untuk belajar, pondokan tempat tinggal para santri, rumah tempat tinggal Tuan Guru atau kyai, dan perpustakaan. Oleh Humaidy lembaga pendidikan Islam ini, sebagaimana istilah yang biasa dipakai di kawasan dunia Melayu, seperti Riau, Palembang, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Pattani (Thailand) disebut punduk. Sehingga Dalam Pagar akhirnya berhasil menjadi locus dan kawah candradimuka paling penting untuk mendidik serta mengkader para murid yang kemudian hari menjadi ulama terkemuka di kalangan masyarakat Kalimantan. Tentu di masa-masa sulit seperti ini beliau berdua dengan anak menantu dan sekaligus sahabatnya, Abdul Wahab Bugis saling membantu, mengisi, dan membina kader-kader dakwah yang banyak jumlahnya tersebut. Hasilnya, di samping berhasil menjadikan anak cucu mereka ―Fatimahdan Muhammad Yasin bin Syekh Abdul Wahab Bugis serta Muhammad As’ad bin Usman (mufti pertama di kerajaan Banjar)― sebagai ulama, membentuk kader-kader masyarakat yang kelak menjadi ulama terkemuka, mereka berdua juga berhasil membentuk masyarakat Islam Banjar yang memiliki kesadaran untuk berpegang pada ajaran agama Islam melalu dakwah bil-lisan, bil-kitabah, dan bil-hal, serta diteruskan kemudian oleh generasi-generasi dan kader-kader yang telah dibina melalui upaya pengiriman juru dakwah ke berbagai daerah yang masyarakatnya sangat memerlukan pembinaan agama, dari sini akhirnya dakwah terus berkembang dan ajaran Islam semakin tersebar luas ke tengah-tengah masyarakat Banjar.
Perkembangan dakwah Islam yang begitu menggembirakan, pada akhirnya memicu simpatik Sultan Tahmidillah II bin Sultan Tamjidillah untuk memberikan keleluasaan kepada Syekh Muhammad Arsyad untuk lebih memantapkan dan mengembangkan Islam di Tanah Banjar secara melembaga, agar agama Islam benar-benar menjadi way of life, keyakinan dan pegangan masyarakat Banjar khususnya, dan Kalimantan umumnya.Sultan berkeinginan pula untuk menertibkan dan menyempurnakan peraturan yang telah dibuat berdasarkan hukum Islam, wadah atau badan yang menjaga agar kemurnian hukum dapat diterapkan, dan yang lebih penting lagi adalah agar roda pemerintahan di kerajaan benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tuntunan agama. Sehingga bermula dari sinilah kemudian timbul lembaga-lembaga dan jabatan-jabatan keislaman dalam pemerintahan, semacam Mahkamah Syar’iyah, yakni Mufti dan Qadli.
Mufti adalah suatu lembaga yang bertugas memberikan nasihat atau fatwa kepada sultan masalah-masalah keagamaan, jabatan mufti kerjaan Banjar yang pertama dipegang oleh H. Muhammad As’ad bin Usman (cucu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari). Sedangkan qadli adalah mereka yang mengurusi dan menyelesaikan segala urusan hukum Islam, terhadap masalah perdata, pernikahan, dan waris, jabatan qadli yang pertama dipegang oleh H. Abu Su’ud bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Sampai akhirnya Syariat Islam diterapkan sebagai hukum resmi yang mengatur kehidupan masyarakat Islam di tanah Banjar pada masa pemerintahan Sultan Adam al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mu’tamidillah (1825-1857 M), yang dikenal dengan nama Undang-Undang Sultan Adam (UUSA). Dibentuk dan diberlakukannya UUSA ini bertujuan untuk mengatur agar kehidupan beragama masyarakat menjadi lebih baik, mengatur agar akidah masyarakat lebih sempurna, mencegah terjadinya persengketaan, dan untuk memudahkan para hakim dalam menetapkan status hukum suatu perkara..
UUSA ini antara lain berisikan, Pasal 1 sampai dengan pasal 2 berbicara tentang dasar negara yakni Islam yang Ahlu Sunnah wal Jamaah, pasal 4 sampai dengan pasal 22 menerangkan peraturan dalam peradilan berdasarkan mazhab Syafi’i, pasal 23 sampai pasal 27 berbicara tentang hukum tanah garapan, penjualan tanah, penggadaian, peminjaman dan penyewaan tanah yang harus dilakukan secara tertulis, serangkap di tangan hakim dan serangkap lagi di tangan yang berkepentingan. Gugatan terhadap tanah yang terjadi sebelum diberlakukan undang-undang dapat diajukan sebelum duapuluh tahun semenjak undang-undang ditetapkan, sedang tanah atau kebun yang terjual atau telah dibagi kepada ahli waris, dapat digugat selama sepuluh tahun dari tahun penjualan atau pembagian sampai undang-undang diberlakukan. Orang yang menang dalam perkara tidak boleh mengambil sewa selama berada di tangan tergugat.
Di samping alasan-alasan di atas yang mendasari aktivitas dan perjuangan dakwah Abdul Wahab di Tanah Banjar, sebagai seorang ulama yang alim, ahli Ilmu Fikih dan menguasai Ilmu Tasawuf, menurut asumsi penulis Abdul Wahab juga salah seorang ulama penyebar tarekat Sammaniyah. Sehingga dalam konteks ini memungkinkan sekali jika ia menggunakan pendekatan dakwah sufistik dalam aktivitas dakwahnya, di samping pendekatan dakwah yang lain.
Dimaksud dengan dakwah sufistik adalah usaha dakwah yang dilakukan oleh seorang muslim untuk mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun kolektif (jamaah) agar mereka mau mengikuti dan menjalankan ajaran Islam secara sadar, usaha ini dilakukan dengan pendekatan tasawuf, yakni pendekatan dakwah yang lebih menekankan pada aspek batin penerima atau objek dakwah (mad’u) daripada aspek lahiriyahnya.
Dengan kata lain pendekatan dakwah sufistik adalah dakwah dengan menggunakan materi-materi sufisme, yang di dalamnya terdapat aspek-aspek yang berhubungan dengan akhlak, baik akhlak kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada sesama manusia, bahkan akhlak terhadap semua makhluk ciptaan Allah seperti tawadlu’, ikhlas, tasamuh, kasih sayang terhadap sesama, dan lain-lain, sehingga pada akhirnya dalam diri mad’u timbul kesadaran untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) sedekat-dekatnya agar memperoleh rahmat serta kasih sayang-Nya.
Apatah lagi, pada masa itu tasawuf dan berbagai tarekat yang ada telah memainkan peranan penting dalam perkembangan dan Islamisasi di Indonesia sejak abad XI Masehi. Di mana berlangsungnya Islamisasi di Asia Tenggara (termasuk di Indonesia), berbarengan dengan masa-masa merebaknya tasawuf abad pertengahan, dan pertumbuhan tarekat-tarekat, antara lain ajaran Ibn al-‘Arabi (w. 1240 M), ‘Abd al-Qadir al-Jailani (w. 1166 M) yang ajarannya menjadi dasar Tarekat Qadiriyah, ‘Abd al-Qahir al-Suhrawardi (w. 1167 M), Najm al-Din al-Kubra (w. 1221 M) dengan tarekatnya Kubrawiyah, Abu al-Hasan al-Syadzili (w. 1258 M) dengan tarekatnya Syadziliyah, Baha’u al-Din al-Naqsyabandi (w. 1389 M) dengan tarekatnya Naqsabandiyah, ‘Abd Allah al-Syattar (w. 1428 M) dengan tarekatnya Syattariyah, dan sebagainya. Sehingga tasawuf merupakan sesuatu yang sangat diminati, tak terkecuali pula halnya dengan masyarakat Banjar yang telah memiliki bibit-bibit ketasawufan tersebut. Lebih dari itu, Islam yang masuk yang berkembang di Indonesia sendiri menurut para ahli adalah Islam yang bercorak tasawuf.
Sayangnya, perjuangan dakwah Abdul Wahab tidak begitu panjang, ia meninggal terlebih dahulu dan lebih muda setelah sekian lama berjuang bahu-membahu mendakwahkan Islam bersama dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Tidak diketahui secara pasti memang kapan tahun meninggalnya, namun diperkirakan antara tahun 1782-1790 M, dalam usia enampuluh tahunan. Tahun ini penulis dasarkan pada catatan tahun pertama kali kedatangannya (1772 M) dan tahun pemindahan makamnya. Di mana semula ia dikuburkan di pemakaman Bumi Kencana Martapura, namun oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari kemudian, bersamaan dengan pemindahan makam Tuan Bidur, Tuan Bajut (isteri dari Syekh Muhammad Arsyad), dan Aisyah (anaknya Tuan Bajut), makamnya kemudian dipindahkan ke desa Karangtangah (sekarang masuk wilayah desa Tungkaran Kecamatan Martapura) pada pada hari Selasa, 2 Rabiul Awal 1208 H (1793 M). Karena itu bisa diperkirakan bahwa, dihitung dari tahun pertama kedatangan hingga wafatnya, Abdul Wahab telah bahu-membahu dan memperjuangkan dakwah Islam mendampingi Syekh Muhammad Arsyad di tanah Banjar sekitar 10-15 tahun.
Ada pula yang menyatakan bahwa, Abdul Wahab setelah lama berkiprah di Tanah dan kerajaan Banjar serta sesudah kedua anaknya yakni Fatimah dan Muhammad Yasin dewasa, ia kemudian pulang dan meninggal di kampung halamannya Pangkajene, Sulawesi Selatan. Demikianlah, Syekh Abdul Wahab Bugis telah membaktikan ilmu, waktu, dan hidupnya untuk memperjuangan dakwah Islam di Tanah Banjar. Seyogianya peranan, jasa dan perjuangannya itu menjadi cermin bagi generasi sekarang untuk meninggalkan amal shalih yang sama, sehingga berguna bagi generasi selanjutnya untuk membangun dan mengembangkan masyarakatnya.
Komentar 
KH. AHMAD DAHLAN Pembaru Islam, dari kauman

Ahmad dahlan lahir di Yogyakarta .Tokoh pembaru islam ini adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara yang keseluruhannya saudaranya pere,puan ,kecuali adik bungsunya .   Ayahnya bernama KH.Abu Bakar .Ayahnya adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid besar  Kasultanan Yogyakarta pada masa itu .Sedangkan ibunya adalah putri KH.Ibrahim bin KH.Hasan .
Nama asli Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy .Akhirnya pada tahun 1888 pergi haji yang dibiayai oleh kakak iparnya  yang bernama KH.Soleh ,seoarng  kyai juga seoarng saudagar yang kaya,Darwisy muda belajar islam lebih disan ,ketika kembali kekampungnya ,Darwisy berganti nama Ahmad Dahlan.
Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembahuruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan islam .Ia ingin mengajak umat Islam Indonesia ntuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Hadits .Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 19 Nopember 1912,di  kampong halaman Kauman Yogyakarta.
Yang melatarbelakangi bahwa Ahmad Dahlan tergerak mewujudkan perintah Allah yang ditelaahnya dan disampaikan kepada muridnya ,seperti Q.S  Ali Imron [3] : 104 .
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
            Pada tahun 1914 beliau juga mendirikan organisasi kewantiaan Muhammadiyah dengan nama “Sopo Tresno” yang kemudian berubah namanya menjadi “Aisyah” atas jasa-jasa  K.H Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembahuruan islam dan pendidikan maka Republik Indonesia menetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan surat  Keputusan  Presiden No.657 tahun 1961 .Dasar-dasar penetapan itulah sebagai berikut :
    1. KH.Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan umat islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat
    2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya ,telah banyak memberikan ajaran islam yang murni kepada bangsanya .Ajaran yang menuntut kemajuan ,kecerdasan ,dan beramal bagi umat ,dengan dasar iman dan islam
    3. Dengan organisasi nya ,Muhammadiyah telah memelopri amal usaha sosial dan pendidikannya yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaram islam .
   4. Dengan organisasi ,Muhammadiyah bagian wanita ( Aisyah) telah memopolori  kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi social,setingkat kaum pria.

KH.AHMAD.M .ASY’ARI Pendiri NU Yang ahli hadits


Hasyim Asy’ari dilahirkan dijombang ,Jawa Timur pada tanggal 10 April 1875/24 Dzul Qaidah 1287 H.Ayahnya bernama Kiai Asy’ari  ,pemimpin pesantren disebelah selatan Jombang .Ibunya bernama Halimah .
            Sejak kecil sudah belajar dari sang ayahnya dan kakeknya Ayahnya bernama Kiai Asy’ari  dan kakeknya Kiai Utsman ,beliau belajar itu tidak mengenal putus asa dari berbagai pondok yang beliau belajar mencari ilmu tersebut.Belum puas ilmu yang didapat beliau selalu belajar kepesantren satu kepesantren lainnya selama lima tahun Hasyim  menekuni ilmu diPesantren Siwalan.Dan rupanya kyai Yaqub tertarik sehingga dia menjodohkan dengan utrinya yang bernama Chadidjah ,salah satu putrid kyai tersebut .
            Tidak lama kemudian perkawinannya dia berangkat ke mekkah untuk menunaikan ibadah haji disana dan bertempat tinggal disana, sesudah tujuh bulan disana istrinya melahirkan seorang putra ,tak berapa lama kemudian isrtinya meninggal dunia Abdullah putranya yang usiamya belum sampai 40 hari juga meninggal dunia,Pada tahun berikutnya ia kembali keindonesia.
            Dalam perjalannanya kepulang tanah air ,ia singgah dulu ke joor,Malaysia untuk mengajar disana pada tahun 1899 ia mengajar pondok mlik kakeknya.Dalam pesantren itu ,bukan hanya agama yang diajarkan tetapi juga pengetahuan umum.Beliau bukan saja seoarang kyai ternama melainkan petani dan pedagang yang sukses.
Pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato,
 Kesederhanaan Hadratussyaikh Hasyim Asyari mengundang para santri untuk dekat dengan beliau. Hubungan dekat kiai-santri ini tampak dari keseharian beliau yang selalu berada di tengah-tengah para santri. Bahkan dalam setiap hari terdapat cukup banyak agenda pesantren yang beliau rancang agar bisa bersama-sama dengan santri. Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren, dengan yang tidak bermazhab itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah.

          Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdullah Wahab Chasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kiai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama.
Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada l937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebutan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kiai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah Dalam kitabnya Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah itu Kyai Hasyim banyak menulis tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman. Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalil mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat para ulama terdahulu. memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia.